paytrenmillionaire.com

KRISIS LIBYA SEBUAH MALAPETAKA KEMANUSIAAN

Krisis Libya merupakan dampak dari tergulingnya “dynasty” Ben Ali du Tunisia dan Hosni Mobarak di Mesir. Aura revolusi sepertinya sedang menerpa Timur Tengah umumya dan Lybia khususnya. Pemerintah Moamar Khadafi begitu gigih mempertahankan kekuasaannya dengan membabibuta menumpas pemberontak yang diperkirakan menewaskan ribuan jiwa. Dunia mulai memboikot Libya yang menyebabkan terisolasinyan Libya dari dunia Internasional, sebaliknya Libya membalas dengan menghentikan export minyaknya yng berakibat melambungkan harga minyak dunia yang dikhawatirkan memicu krisis dunia.
Tripoli, ibu kota Libya, terancam menjadi ajang pertempuran para kolonel. Setelah sebagian kota di Libya Barat jatuh ke tangan pemberontak, para kolonel pembelot yang telah lebih dulu menguasai Libya Timur kini bersiap memasuki Tripoli, yang masih dikendalikan Kolonel Muammar Qadhafi, pemimpin yang telah berkuasa 42 tahun.
"Kami sedang berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin kekuatan yang kami dapat dari Benghazi dan kota-kota lain untuk berbaris menuju Tripoli," kata Kolonel Tareq Saad Hussein. Hussein adalah sahabat Qadhafi yang memilih bergabung dengan demonstran di Benghazi, kota kedua terbesar, setelah Tripoli.
Kolonel Hussein mengatakan kekerasan yang dilakukan rezim Qadhafi sudah tak lagi bisa ditenggang. Sudah lebih dari 2.000 orang kini tewas di seluruh negeri. "Qadhafi berubah menjadi pembunuh berdarah dingin," ucapnya.
Hussein pun menyebutkan, ada 10 ribu tentara di Benghazi yang sudah bergabung dengan pemuda dan para tokoh oposisi. Mereka dilengkapi dengan senjata antipesawat, tank, senjata otomatis, dan beberapa pesawat tempur. Mereka berbelok dari rencana semula menembaki para demonstran menjadi bergabung dengan para pengunjuk rasa.
"Ini adalah pemberontakan pemuda," ujarnya menegaskan, "pemudalah yang memulai revolusi, dan kami yang akan menyelesaikannya."
Pembelotan militer di negeri kaya minyak itu kian luas. Pekan lalu, seorang kolonel Angkatan Udara Libya bergabung dengan massa antipemerintah. Ahad sore waktu setempat (kemarin WIB), giliran Kolonel Abdelsalaam Taber Ahmeda Ramadan berbalik melawan bosnya itu.
"Saya cemas negeri ini bisa berubah menjadi lautan darah," kata kolonel yang telah 31 tahun bertugas di Angkatan Darat Libya itu kepada The Sydney Morning Herald kemarin.
Ramadan mengatakan ia kini bersama 600 tentara akan bertugas menjaga ladang minyak yang terletak 400 kilometer arah selatan dari Benghazi. "Prioritas pertama kami melindungi ladang minyak dekat Kota Jalu yang rapuh diserang Qadhafi," ujarnya. "Setelah itu, kami akan bergabung dengan pasukan antipemerintah menuju Tripoli."
Dari Misrata dan Zawiyah, arah barat dari Tripoli, dilaporkan bahwa sebuah pesawat tempur ditembak jatuh kemarin pagi ketika menyerang stasiun radio lokal. "Para pendemo menangkap pilotnya," ujar Mohammed, warga Zawiyah, kemarin.

0 komentar:

Post a Comment

Pengunjung yang baik akan selalu meninggalkan komentar.